Minggu, 24 November 2013

Sosok - Etoga from Kamerun


Dalam tugas wawancara antarbudaya, saya berkesempatan untuk mewawancarai dan mengenal lebih tentang kebudayaan dan perilaku seseorang berkebangsaan Kamerun, sebuah negara kecil di bagian Afrika tengah. Namanya Etoga. Sekarang dia tinggal di Apartemen Mediterania, daerah kawasan Grogol, Jakarta Barat. Seorang laki-laki yang kisaran umurnya mungkin antara 24-30 tahun. Dengan ciri-ciri perawakan tinggi besar dan warna kulit yang seperti kebanyakan orang afrika lainnya, hitam pekat. Dan itu membuat saya awalnya merasa agak takut untuk menyapanya. Namun, tampang tidak menentukan kelakuan seseorang sama seperti penampilan luar. Seperti Etoga, yang ternyata dengan baik hati meluangkan waktunya untuk saya wawancarai. Walau kelihatannya dia sedang ingin sarapan waktu itu, karena saya melihat dia membawa sekantong roti yang sepertinya itu adalah sarapannya.

Menurut saya, awalnya tugas wawancara ini lumayan berat. Hal tersebut dikarenakan saya tidak begitu fasih berbahasa Inggris. Tapi saya beruntung, karena orang yang saya wawancarai ternyata lumayan lancar berbahasa Indonesia. Menurut pernyataannya, dia tidak butuh waktu lama untuk belajar bahasa Indonesia. Selama tiga bulan dia belajar bahasa Indonesia, dia sudah lumayan faham, walaupun tidak begitu lancar dulunya. Dia belajar bahasa Indonesia dengan membeli kamus dan belajar dari teman-teman Indonesianya. Menurutnya,mempelajari  bahasa Indonesia merupakan tuntutan yang harus dilakukannya kalau dia ingin menetap di Indonesia.

Dia, Etoga, sudah lima tahun berada di Indonesia. Pekerjaannya saat ini adalah sebagai pemain sepak bola yang memperkuat tim Persisam, Samarinda. Dia menempati posisi di bagian tengah atau sebagai pemain penyerang. Menurutnya, dia datang ke Indonesia memang untuk bisa menjadi pemain sepak bola yang handal dan dapat diperhitungkan di dunia persepakbolaan. Walau bukan warga negara asli Indonesia, Etoga berharap dia dan permainannya dapat membuat persepakbolaan di Indonesia semakin baik dan dapat mengikkuti piala dunia nantinya. Untuk itu, dia bisa berlatih bersama timnya lima jam per hari untuk lebih meningkatkan kualitas bermain.

Jika berbicara tentang budaya Indonesia dan Kamerun sendiri, menurut dia kebudayaan yang ada di Indonesia cenderung mirip. Contohnya adalah cara berpakaian dan pakaian yang dikenakan. Seperti misalnya, pakaian adat mereka yang hampir mirip dengan batik. Mereka juga memiliki beragam suku yang lumayan banyak. Menurut pernyataanya, ada sekitar 232 suku di Kamerun. Namun dia begitu apresiatif terhadap Indonesia yang ternyata lebih begitu kaya akan suku dan budaya. Dia juga mengatakan kalau Indonesia memiliki budaya persatuan yang begitu kompak. Dia memberi contoh adalah pada saat penyelenggaraan SEA Games yang dimana slogannya “Indonesia Bisa”.

Namun makanan Indonesia agak tidak sesuai dengan lidah mereka pada umumnya. Karena hal itu, awal ke Indonesia, dia hanya makan nasi goreng. Namun sekarang dia lumayan suka katanya dengan makanan khas padang. Dia juga mengatakan kalau nada dan cara mereka berbicara hampir sama dengan beberapa suku di Indonesia, misalnya suku Batak. Dimana cara dan nada bicara yang bila didengar orang awam seperti sedang teriak dan marah, padahal hal tersebut cara mereka bicara secara normal. Dia juga mengatakan banyak tempat di Indonesia yang menarik yang tidak dia temukan di negaranya karena keadaan iklim yang berbeda. Di Indonesia dengan iklim hujan tropis, sedang di Kamerun mendapat iklim gurun dan hanya ada padang savana atau stepa.

Namun, selain persamaan dan kelebihan Indonesia, Etoga juga mengaku kalau ada beberapa hal yang tidak baik atau yang dianggap buruk oleh Etoga terhadap masyarakat Indonesia. Misalnya adalah awal kedatangannya ke Indonesia, supir taksi mengelabui dia dengan membawanya berkeliling karena dia tidak tahu jalan hingga argonya mahal. Namun ada juga supir taksi yang karena tidak tahu bahasa Inggris, akhirnya menimbulkan miss communication. Contoh lainnya adalah masalah waktu. Di Indonesia, menurutnya, tidak pernah tepat waktu dalam hal apapun, tergantung kepentingan. Berbeda dengan di Kamerun yang mengganggap waktu adalah berharga.

Beberapa orang Indonesia juga, menurut Etoga, kurang sopan. Di Kamerun, kebiasaan memberi salam adalah hal yang wajib dilakukan sebelum kita mengajak orang tersebut berbicara. Berbeda dengan di Indonesia, yang menurutnya terkadang orang Indonesia langsung menyambar seseorang dengan berbicara ini-itu tanpa tahu etika awal berbicara. Hal tersebut kurang baik dianggapnya. Bukan karena di negaranya caranya berbeda, namun hal tersebut memang dianggap kurang sopan.

Hal yang lebih tidak mengenakkan yang pernah dialaminya adalah dia pernah dilempar kulit pisang oleh para suporter sepak bola, yang mungkin karena marah karena timnya kalah. Dan sasarannya adalah warga asing yang berada di dalam tim. Karena menurut penonton tersebut orang asinglah yang memaksa masuk ke dalam tim-tim sepak bola di Indonesia dan membuat permainan kacau. Namun hal tersebut dianggapnya sebuah pelajaran untuk melatih kesabaran. (SS)


1 komentar: