Dalam tugas wawancara antarbudaya, saya
berkesempatan untuk mewawancarai dan mengenal lebih tentang kebudayaan dan
perilaku seseorang berkebangsaan Kamerun, sebuah negara kecil di bagian Afrika
tengah. Namanya Etoga. Sekarang dia tinggal di Apartemen Mediterania, daerah
kawasan Grogol, Jakarta Barat. Seorang laki-laki yang kisaran umurnya mungkin
antara 24-30 tahun. Dengan ciri-ciri perawakan tinggi besar dan warna kulit
yang seperti kebanyakan orang afrika lainnya, hitam pekat. Dan itu membuat saya
awalnya merasa agak takut untuk menyapanya. Namun, tampang tidak menentukan
kelakuan seseorang sama seperti penampilan luar. Seperti Etoga, yang ternyata
dengan baik hati meluangkan waktunya untuk saya wawancarai. Walau kelihatannya
dia sedang ingin sarapan waktu itu, karena saya melihat dia membawa sekantong
roti yang sepertinya itu adalah sarapannya.
Menurut saya, awalnya tugas
wawancara ini lumayan berat. Hal tersebut dikarenakan saya tidak begitu fasih
berbahasa Inggris. Tapi saya beruntung, karena orang yang saya wawancarai
ternyata lumayan lancar berbahasa Indonesia. Menurut pernyataannya, dia tidak
butuh waktu lama untuk belajar bahasa Indonesia. Selama tiga bulan dia belajar
bahasa Indonesia, dia sudah lumayan faham, walaupun tidak begitu lancar
dulunya. Dia belajar bahasa Indonesia dengan membeli kamus dan belajar dari
teman-teman Indonesianya. Menurutnya,mempelajari bahasa Indonesia merupakan tuntutan
yang harus dilakukannya kalau dia ingin menetap di Indonesia.
Dia, Etoga, sudah lima tahun berada di Indonesia.
Pekerjaannya saat ini adalah sebagai pemain sepak bola yang memperkuat tim
Persisam, Samarinda. Dia menempati posisi di bagian tengah atau sebagai pemain
penyerang. Menurutnya, dia datang ke Indonesia memang untuk bisa menjadi pemain
sepak bola yang handal dan dapat diperhitungkan di dunia persepakbolaan. Walau
bukan warga negara asli Indonesia, Etoga berharap dia dan permainannya dapat
membuat persepakbolaan di Indonesia semakin baik dan dapat mengikkuti piala
dunia nantinya. Untuk itu, dia bisa berlatih bersama timnya lima jam per hari
untuk lebih meningkatkan kualitas bermain.
Jika
berbicara tentang budaya Indonesia dan Kamerun sendiri, menurut dia kebudayaan
yang ada di Indonesia cenderung mirip. Contohnya adalah cara berpakaian dan
pakaian yang dikenakan. Seperti misalnya, pakaian adat mereka yang hampir mirip
dengan batik. Mereka juga memiliki beragam suku yang lumayan banyak. Menurut
pernyataanya, ada sekitar 232 suku di Kamerun. Namun dia begitu apresiatif
terhadap Indonesia yang ternyata lebih begitu kaya akan suku dan budaya. Dia
juga mengatakan kalau Indonesia memiliki budaya persatuan yang begitu kompak.
Dia memberi contoh adalah pada saat penyelenggaraan SEA Games yang dimana slogannya
“Indonesia Bisa”.
Namun
makanan Indonesia agak tidak sesuai dengan lidah mereka pada umumnya. Karena
hal itu, awal ke Indonesia, dia hanya makan nasi goreng. Namun sekarang dia
lumayan suka katanya dengan makanan khas padang. Dia juga mengatakan kalau nada
dan cara mereka berbicara hampir sama dengan beberapa suku di Indonesia,
misalnya suku Batak. Dimana cara dan nada bicara yang bila didengar orang awam
seperti sedang teriak dan marah, padahal hal tersebut cara mereka bicara secara
normal. Dia juga mengatakan banyak tempat di Indonesia yang menarik yang tidak
dia temukan di negaranya karena keadaan iklim yang berbeda. Di Indonesia dengan
iklim hujan tropis, sedang di Kamerun mendapat iklim gurun dan hanya ada padang
savana atau stepa.
Namun,
selain persamaan dan kelebihan Indonesia, Etoga juga mengaku kalau ada beberapa
hal yang tidak baik atau yang dianggap buruk oleh Etoga terhadap masyarakat
Indonesia. Misalnya adalah awal kedatangannya ke Indonesia, supir taksi
mengelabui dia dengan membawanya berkeliling karena dia tidak tahu jalan hingga
argonya mahal. Namun ada juga supir taksi yang karena tidak tahu bahasa
Inggris, akhirnya menimbulkan miss
communication. Contoh lainnya adalah masalah waktu. Di Indonesia,
menurutnya, tidak pernah tepat waktu dalam hal apapun, tergantung kepentingan.
Berbeda dengan di Kamerun yang mengganggap waktu adalah berharga.
Beberapa
orang Indonesia juga, menurut Etoga, kurang sopan. Di Kamerun, kebiasaan
memberi salam adalah hal yang wajib dilakukan sebelum kita mengajak orang
tersebut berbicara. Berbeda dengan di Indonesia, yang menurutnya terkadang
orang Indonesia langsung menyambar seseorang dengan berbicara ini-itu tanpa
tahu etika awal berbicara. Hal tersebut kurang baik dianggapnya. Bukan karena
di negaranya caranya berbeda, namun hal tersebut memang dianggap kurang sopan.
Hal
yang lebih tidak mengenakkan yang pernah dialaminya adalah dia pernah dilempar
kulit pisang oleh para suporter sepak bola, yang mungkin karena marah karena
timnya kalah. Dan sasarannya adalah warga asing yang berada di dalam tim.
Karena menurut penonton tersebut orang
asinglah yang memaksa masuk ke dalam tim-tim sepak bola di Indonesia dan
membuat permainan kacau. Namun hal tersebut dianggapnya sebuah pelajaran untuk
melatih kesabaran. (SS)

inspiratif
BalasHapus